Kamis, 06 Maret 2014

Perempuan dan Sampan


Seorang perempuan bergegas melepas tali sampan untuk segera berkayuh ke seberang danau. Entah apa yang membuatnya terkesan terburu-buru. Mungkin karena langit nampak tak bersahabat kala itu. Mendung berarak arak, atau juga karena sebab lain, aku tak tahu.
Kulihat ia nampak cemas memandang ke belakang, ke depan, kemudian menunduk kembali berusaha melepas simpul ikatan tali. Nampaknya ia mengalami kesulitan. Tangannya beberapa kali dihentakkan di tiang pancang tempat tali itu tersimpul, saat jari jemarinya tak kuasa melepas sampannya. Dicobanya berulang kali namun nampaknya tak jua berhasil.
Ah airmatanya mulai berlinang. Sambil sesekali melihat ke belakang ia terus berusaha melepas tali itu. Kucoba mencari sesuatu ke arah mana ia tadi menatap. Tak kutemukan sesuatu atau seseorang disana. Entah apa yang ia cemaskan, aku tak tahu.
Dan kemudian kulihat ia mulai mengendurkan tangannya. Sambil berlinang air mata, ia terduduk di depan tonggak kayu itu. Ia sekarang menatap sampannya dalam-dalam sambil sesekali mengusap airmata yang berderai di pipinya. Kulihat beberapa kali bahunya berguncang, tanda bahwa ada hal yang menyesakkan dadanya. Apakah karena tali yang tak kunjung lepas atau karena sampannya atau karena apa, aku tak tahu.
Cukup lama ia terduduk di situ. Lambat laun tak kulihat lagi bahunya berguncang. Pun air mata mulai berkurang. Ia nampak lebih tenang, meski ia masih terlihat cemas di mataku.
Beberapa kali ia menghela nafas panjang, menyibakkan beberapa anak rambut di dahi dan pipinya yang turut basah karena airmata. ia sekarang melihat ke depan. Bukan tatapan kosong kukira, namun karena ia memandang sesuatu di seberang sana. Kali ini kuarahkan tatapanku mengikuti arah tatapan matanya, namun tak kujumpai apapun di ujung sana. Ah entah apa yang ia pandang saat ini, aku tak tahu.
Aku tersentak, tiba-tiba ia berdiri dan mulai menyunggingkan senyuman di bibirnya yang nampak pucat. Aku menunggu dengan penasaran apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Namun, ia seakan mempermainkan rasa penasaranku. Ia masih saja berdiri mematung dengan senyuman di bibirnya. Hanya baju dan rambutnya saja yang bergerak tertiup angin. Ah, aku harus bersabar menanti babak berikutnya.
Setelah beberapa saat, akhirnya kulihat ia bergerak. Ia mengangkat kedua tangannya di depan dadanya, mengamati jari-jemarinya sendiri, menggerakkan jari jemari itu bergantian dan kemudian menangkupkannya beberapa kali dalam beberapa bentuk.
Kulihat senyumnya semakin mengembang. Dilambaikan tangan kanannya tinggi-tinggi ke arah ia menatap ke depan tadi. Aku masih saja heran dengan apa yang ia kerjakan. Tak ada seorangpun di ujung sana. Mengapa ia melambaikan tangan ke arah itu? Hanya kulihat warna kabut putih di sisi seberang itu.
Ia memutar tubuhnya, sekarang kembali menatap tonggak kayu tempat tali sampannya tertambat. Kali ini ia berusaha membuka dengan tenang. Tak lagi kulihat tangannya yang gemetaran pun tatapan cemas ke arah belakang seperti sebelumnya. 
"Ayolah, kau pasti bisa melakukannya", tanpa sadar aku berucap dengan harapan ia dapat melepas tali itu. Pelan namun pasti, jari jemarinya menarik dan mengurai sedikit demi sedikit simpul tali itu. Ah nampaknya ia berhasil kali ini. Mungkin ketenangan memberinya keleluasaan untuk mengurai simpul itu, aku tak tahu.
Namun tiba-tiba ia terhenti saat simpul itu tinggal sedikit saja terurai dan lepas. Kembali kulihat ia menghela satu nafas panjang. Dan ia menoleh ke arah belakang beberapa detik, sebelum kemudian kembali melepaskan tali dengan satu hentakan kecil saja.
Ia meloncat sambil tangannya mengenggam tali yang sudah terlepas. Ia tersenyum lebar sekarang. Dan anehnya, ia kembali melambaikan tangan ke arah seberang, seakan ingin menunjukkan bahwa ia telah berhasil melepas tali itu. Menunjukkan kepada siapa? Aku tak tahu.
Sejurus kemudian ia menengadah ke langit, membuat dua kali helaan nafas panjang dan kembali tersenyum lebar. Aku turut merasakan kebahagiaannya. Kebahagiaan atas apa? Aku tak tahu.
Lalu kuperhatikan ia mulai menuruni beberapa anak tangga dermaga menuju ke sampannya. Meski sampannya beberapa kali bergerak karena riak-riak kecil, tak kulihat lagi kecemasannya, yang kutangkap hanya kebahagiaan semata.
Gerimis yang mulai turun tak menyurutkan langkahnya untuk mengayuh sampannya. Kucoba mengamati ke arah mana ia mengayuh. Ah ternyata ia menuju ke seberang ke arah mana ia melambaikan tangannya tadi. Rasa penasaran membuatku tak ingin beranjak dari tempat aku mengawasinya saat ini, di tepian danau di sebalik pohon tua.
Ia terus menatap ke depan sambil mengayuh perlahan. Semakin dekat nampaknya dengan tujuannya, karena kulihat ia semakin mempercepat kayuhan sampan dan semakin lebar kulihat senyum di bibirnya. Ah...mengapa pula kabut di depan itu tak jua menghilang. Aku sangat ingin melihat apakah ada sesuatu atau seseorang di sana yang menunggunya. Ingin pula rasanya aku berada satu sampan dengan perempuan itu untuk membantunya mengayuh lebih cepat. Sesaat tujuannya menjadi tujuan hatiku juga.
Dan penantianku terbayar sudah. Alam nampak berpihak kepadanya – dan juga kepadaku - saat ini. Gerimis sudah usai, dan kabut mulai tersibak. Aha...... akhirnya kutahu apa yang ada di sisi seberang itu. Kulihat seorang lelaki berdiri di atas dermaga, di samping sebuah tonggak kayu. Senyumnya nampak hangat dan melegakan. Ia menuruni anak tangga yang kulihat lebih tinggi dari anak tangga dermaga sebelumnya, untuk menyambut perempuan itu.
Perempuan itu dengan gembira mengulurkan tangan dan menggapai tangan kanan lelaki itu. Tak kulihat mereka mengucapkan sepatah kata. Hanya tersenyum dan perlahan bersama menaiki tangga dermaga, menuju tonggak kayu yang terpancang kuat di sisi kiri dermaga itu. Perempuan itu menambatkan tali sampannya di tonggak itu. Kulihat sang lelaki mencoba membantunya, namun dengan halus perempuan itu membuat gerakan menolak. "Biarkan aku melakukannya sendiri," kuterjemahkan gerakan tubuhnya dengan kalimat demikian. Entah apa sebabnya, aku tak tahu.
Dan setelah tali itu berhasil terikat erat, kulihat mereka berdua berjalan meninggalkan dermaga dengan langkah ringan dan senyuman bahagia. Meski aku ingin tahu kisah mereka, namun tak perlu ku mendengar bahasa cerita mereka. Yang aku tahu mereka bahagia dan kebahagiaan itu tertular padaku. Apakah aku akan tetap berada di tempatku saat ini untuk melihat apa yang terjadi di masa mendatang atas mereka berdua? Ah, aku tahu, aku tak perlu melakukan itu. Saat kutinggalkan tempat ini, sayup kudengar seseorang berkata dari jarak yang jauh, "Telah kulepas tali masa lalu demi lelaki yang setia menanti dan menemaniku untuk masa depan” Apakah itu suara sang perempuan itu? Ah mengapa pula masih tersisa pertanyaan bagiku? Bukankah sudah cukup rasa bahagia yang membuncah di hatiku saat ini?




Sompok Lama, 21 November 2013






Tidak ada komentar:

Posting Komentar