Seorang perempuan bergegas melepas tali sampan untuk segera
berkayuh ke seberang danau. Entah apa yang membuatnya terkesan terburu-buru.
Mungkin karena langit nampak tak bersahabat kala itu. Mendung berarak arak,
atau juga karena sebab lain, aku tak tahu.
Kulihat ia nampak cemas memandang ke belakang, ke depan,
kemudian menunduk kembali berusaha melepas simpul ikatan tali. Nampaknya ia
mengalami kesulitan. Tangannya beberapa kali dihentakkan di tiang pancang
tempat tali itu tersimpul, saat jari jemarinya tak kuasa melepas sampannya.
Dicobanya berulang kali namun nampaknya tak jua berhasil.
Ah airmatanya mulai berlinang. Sambil sesekali melihat ke
belakang ia terus berusaha melepas tali itu. Kucoba mencari sesuatu ke arah
mana ia tadi menatap. Tak kutemukan sesuatu atau seseorang disana. Entah apa
yang ia cemaskan, aku tak tahu.
Dan kemudian kulihat ia mulai mengendurkan tangannya. Sambil
berlinang air mata, ia terduduk di depan tonggak kayu itu. Ia sekarang menatap
sampannya dalam-dalam sambil sesekali mengusap airmata yang berderai di
pipinya. Kulihat beberapa kali bahunya berguncang, tanda bahwa ada hal yang
menyesakkan dadanya. Apakah karena tali yang tak kunjung lepas atau karena
sampannya atau karena apa, aku tak tahu.
Cukup lama ia terduduk di situ. Lambat laun tak kulihat lagi
bahunya berguncang. Pun air mata mulai berkurang. Ia nampak lebih tenang, meski
ia masih terlihat cemas di mataku.
Beberapa kali ia menghela nafas panjang, menyibakkan beberapa
anak rambut di dahi dan pipinya yang turut basah karena airmata. ia sekarang
melihat ke depan. Bukan tatapan kosong kukira, namun karena ia memandang
sesuatu di seberang sana. Kali ini kuarahkan tatapanku mengikuti arah tatapan
matanya, namun tak kujumpai apapun di ujung sana. Ah entah apa yang ia pandang
saat ini, aku tak tahu.
Aku tersentak, tiba-tiba ia berdiri dan mulai menyunggingkan
senyuman di bibirnya yang nampak pucat. Aku menunggu dengan penasaran apa yang
akan ia lakukan selanjutnya. Namun, ia seakan mempermainkan rasa penasaranku.
Ia masih saja berdiri mematung dengan senyuman di bibirnya. Hanya baju dan
rambutnya saja yang bergerak tertiup angin. Ah, aku harus bersabar menanti
babak berikutnya.
Setelah beberapa saat, akhirnya kulihat ia bergerak. Ia
mengangkat kedua tangannya di depan dadanya, mengamati jari-jemarinya sendiri,
menggerakkan jari jemari itu bergantian dan kemudian menangkupkannya beberapa
kali dalam beberapa bentuk.
Kulihat senyumnya semakin mengembang. Dilambaikan tangan
kanannya tinggi-tinggi ke arah ia menatap ke depan tadi. Aku masih saja heran
dengan apa yang ia kerjakan. Tak ada seorangpun di ujung sana. Mengapa ia
melambaikan tangan ke arah itu? Hanya kulihat warna kabut putih di sisi
seberang itu.
Ia memutar tubuhnya, sekarang kembali menatap tonggak kayu
tempat tali sampannya tertambat. Kali ini ia berusaha membuka dengan tenang.
Tak lagi kulihat tangannya yang gemetaran pun tatapan cemas ke arah belakang
seperti sebelumnya.
"Ayolah, kau pasti bisa melakukannya", tanpa sadar
aku berucap dengan harapan ia dapat melepas tali itu. Pelan namun pasti, jari
jemarinya menarik dan mengurai sedikit demi sedikit simpul tali itu. Ah
nampaknya ia berhasil kali ini. Mungkin ketenangan memberinya keleluasaan untuk
mengurai simpul itu, aku tak tahu.
Namun tiba-tiba ia terhenti saat simpul itu tinggal sedikit
saja terurai dan lepas. Kembali kulihat ia menghela satu nafas panjang. Dan ia
menoleh ke arah belakang beberapa detik, sebelum kemudian kembali melepaskan
tali dengan satu hentakan kecil saja.
Ia meloncat sambil tangannya mengenggam tali yang sudah
terlepas. Ia tersenyum lebar sekarang. Dan anehnya, ia kembali melambaikan
tangan ke arah seberang, seakan ingin menunjukkan bahwa ia telah berhasil
melepas tali itu. Menunjukkan kepada siapa? Aku tak tahu.
Sejurus kemudian ia menengadah ke langit, membuat dua kali
helaan nafas panjang dan kembali tersenyum lebar. Aku turut merasakan
kebahagiaannya. Kebahagiaan atas apa? Aku tak tahu.
Lalu kuperhatikan ia mulai menuruni beberapa anak tangga
dermaga menuju ke sampannya. Meski sampannya beberapa kali bergerak karena
riak-riak kecil, tak kulihat lagi kecemasannya, yang kutangkap hanya
kebahagiaan semata.
Gerimis yang mulai turun tak menyurutkan langkahnya untuk
mengayuh sampannya. Kucoba mengamati ke arah mana ia mengayuh. Ah ternyata ia
menuju ke seberang ke arah mana ia melambaikan tangannya tadi. Rasa penasaran
membuatku tak ingin beranjak dari tempat aku mengawasinya saat ini, di tepian
danau di sebalik pohon tua.
Ia terus menatap ke depan sambil mengayuh perlahan. Semakin
dekat nampaknya dengan tujuannya, karena kulihat ia semakin mempercepat kayuhan
sampan dan semakin lebar kulihat senyum di bibirnya. Ah...mengapa pula kabut di
depan itu tak jua menghilang. Aku sangat ingin melihat apakah ada sesuatu atau
seseorang di sana yang menunggunya. Ingin pula rasanya aku berada satu sampan
dengan perempuan itu untuk membantunya mengayuh lebih cepat. Sesaat tujuannya
menjadi tujuan hatiku juga.
Dan penantianku terbayar sudah. Alam nampak berpihak
kepadanya – dan juga kepadaku - saat ini. Gerimis sudah usai, dan kabut mulai
tersibak. Aha...... akhirnya kutahu apa yang ada di sisi seberang itu. Kulihat
seorang lelaki berdiri di atas dermaga, di samping sebuah tonggak kayu.
Senyumnya nampak hangat dan melegakan. Ia menuruni anak tangga yang kulihat
lebih tinggi dari anak tangga dermaga sebelumnya, untuk menyambut perempuan
itu.
Perempuan itu dengan gembira mengulurkan tangan dan menggapai
tangan kanan lelaki itu. Tak kulihat mereka mengucapkan sepatah kata. Hanya
tersenyum dan perlahan bersama menaiki tangga dermaga, menuju tonggak kayu yang
terpancang kuat di sisi kiri dermaga itu. Perempuan itu menambatkan tali
sampannya di tonggak itu. Kulihat sang lelaki mencoba membantunya, namun dengan
halus perempuan itu membuat gerakan menolak. "Biarkan aku melakukannya
sendiri," kuterjemahkan gerakan tubuhnya dengan kalimat demikian. Entah
apa sebabnya, aku tak tahu.
Dan setelah tali itu berhasil terikat erat, kulihat mereka
berdua berjalan meninggalkan dermaga dengan langkah ringan dan senyuman
bahagia. Meski aku ingin tahu kisah mereka, namun tak perlu ku mendengar bahasa
cerita mereka. Yang aku tahu mereka bahagia dan kebahagiaan itu tertular
padaku. Apakah aku akan tetap berada di tempatku saat ini untuk melihat apa
yang terjadi di masa mendatang atas mereka berdua? Ah, aku tahu, aku tak perlu
melakukan itu. Saat kutinggalkan tempat ini, sayup kudengar seseorang berkata
dari jarak yang jauh, "Telah kulepas tali masa lalu demi lelaki yang setia
menanti dan menemaniku untuk masa depan” Apakah itu suara sang perempuan itu?
Ah mengapa pula masih tersisa pertanyaan bagiku? Bukankah sudah cukup rasa
bahagia yang membuncah di hatiku saat ini?
Sompok Lama, 21 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar