Menjadi seorang perempuan single di usia 30an bukanlah perkara yang mudah di tengah lingkungan sosial yang acapkali melihat segala sesuatu dengan standar "pada umumnya." Apalagi bagi saya, seorang perempuan Jawa. Setiap kali bertemu kerabat dalam acara-acara keluarga, pertanyaan seputar mengapa belum menikah meluncur dari bibir sejumlah orang dekat.
Terlebih ketika berada di sebuah acara pernikahan, baik pernikahan saudara maupun kawan. Kalimat, "Kapan nih nyusul?" terasa menjadi sebuah sindiran ketimbang pertanyaan. Istilah jawanya, mak jleb di hati dan ingin rasanya segera undur diri dari keramaian sambil tetap menyunggingkan senyuman manis khas saya meski batin sedikit teriris. Saya tahu mereka tak berniat jahat kala mengutarakan pertanyaan tersebut, hanya bentuk perhatian saja, yang sayangnya pertanyaan dengan isu sensitif tersebut sedemikian mudah saya tangkap bermakna lain.
Bukan, bukan saya tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, namun sepertinya apapun jawaban saya baik diplomatis maupun ungkapan hati, rasanya toh tidak dapat membendung pemikiran orang lain terhadap "kenyataan" bahwa saya belum juga menikah.
Beberapa orang mulai bermain dengan pemikiran mereka sendiri dan menebak-nebak alasan atau penyebab mengapa saya tidak jua kunjung menikah. Beberapa berkata, Mungkin kamu terlalu pemilih? Calon suami seperti apalagi yang kamu cari? Sudahlah jangan berharap terlalu tinggi, realistislah, turunkan standarmu, maka kamu akan segera menikah.
Hmmm, apakah benar saya terlalu picky? Salahkah saya jika saya berharap memperoleh seorang suami yang seiman, berkarakter baik, yang melengkapi saya dan menjadi partner yang sepadan dan sevisi dengan saya? Saya rasa banyak orang yang berpikir serupa dengan saya, apakah mereka juga masuk dalam kategori pemilih?
Atau standar saya terlalu tinggi? Standar yang manapula tho? Apakah berharap memiliki suami yang cukup mapan atau memiliki pekerjaan dan bukan pengangguran adalah standar yang terlalu tinggi? Kalau soal fisik dan penampilan, coba tanyakanlah kepada banyak perempuan di sekeliling Anda, mana yang mereka pilih? Seorang laki-laki tampan dan berbau harum dengan tampilan mirip artis atau seorang laki-laki pekerja keras, bertanggung jawab dan setia? Saya yakin Anda akan menemukan lebih banyak perempuan yang memilih opsi kedua. In other words, standar yang saya miliki adalah standar yang lumrah, tinemu ing nalar (masuk akal) dan biasa saja.
Semua orang ingin memiliki "Jalan Hidup" yang umumnya terjadi. Melewati fase kanak-kanak dengan penuh kegembiraan, melalui fase pendidikan setinggi yang bisa dicapai dengan penuh kesuksesan, menikmati fase bekerja dengan penuh kecemerlangan, menjumpai fase pernikahan dengan seorang yang dicintai dan mencintainya dengan segala keindahan, beranak cucu dengan penuh kegirangan hingga akhirnya memeluk akhir hayat dengan penuh kedamaian. Hmm.... hanya orang yang di luar nalar saja yang menghendaki kebalikan dari segala harapan tersebut. Saya dan Anda pastilah sangat menginginkan jalan yang smooth dan tanpa kerikil tajam dalam hidup yang singkat ini.
Pertanyaannya adalah jika ada orang (saya dan sebagian Anda) mendapati fase-fase kehidupan tersebut tidak sesuai dengan yang kita rencanakan, apakah saya (dan sebagian Anda) berpindah tempat dari kotak "wajar" ke kotak yang "tidak wajar"?
Tuhan menghadirkan dunia beserta isinya dalam bingkai misteri. Ada banyak pertanyaan yang tidak dapat dengan mudah kita temukan jawabannya, bahkan beberapa di antaranya tidak akan pernah kita temui jawabannya. Pun demikian halnya dengan persoalan pasangan hidup kita. Ada yang beroleh karunia untuk menikah di usia muda dengan pasangan yang sangat dicintainya. Ada pula orang yang menikah dengan orang yang berkarakter luar biasa dengan penuh linangan air mata dan doa. Dan ada juga yang berjiwa besar dan berkarunia lebih untuk hidup selibat dan tidak menikah seumur hidupnya demi Tuhan yang dicintainya.Saya percaya bahwa keadilan Allah bukanlah suatu hal untuk dipertanyakan. Meski manusia menjumpai sejuta misteri di dunia ini yang tiada terjawab, itu bukan berarti Tuhan di luar kendali dan kehendak serta rahmat kasihNya. Bagi orang-orang yang mengalami "ketidakbahagiaan" dalam masa pernikahanpun tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menggugat keadilan Allah.
Lantas, jika demikian mengapa saya belum juga menikah? If you ask me that question, jangankan Anda, saya sendiri juga tidak tahu mengapa saya belum menikah. Would you mind asking the dancing grass such question for me? hahaha. Biarlah tanya itu tak berjawab, sampai pada saatnya Tuhan menjawab, dan saya bisa berkata...... Aha....ini dia jawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar